Rabu, 19 Agustus 2015

MENJAWAB FITNAH ISLAM MENYEMBAH HAJAR ASWAD

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang.

Kini penulis akan membagikan sedikit pengetahuan tentang tuduhan dari salah satu website terkemuka isadanislam.com yang memiliki tujuan menyimpangkan, menggoyahkan, dan mencapur adukan agama islam dan kristen. Penulis sendiri sangat prihatin akan hal itu, namun karna hal ini sudah terlanjur, maka penulis akan menjelaskan dan memaparkan kebenaran mengenai tema tulisan ini. Isadanislam.com telah memaparkan beberapa tuduhan diantaranya.

  1. Tuhan hanya mengerti satu bahasa, karena sholat hanya menggunakan bahasa arab.
  2. Allah memiliki rumah di bumi, yang bisa di katakan Allah tidak berada dimana.
  3. Mengapa sholat menghadap kiblat, yang seolah menyembah bangunan kotak (ka’bah) dan hajar aswad.
  4. Mengapa Ibadah haji harus mencium hajar aswad.

Dengan ketidak tahuan mereka tentu saja umat muslim di indonesia akan prihatin karena telah memposting artikel yang dapat memunculkan salah faham.

1.      Mengapa Sholat hanya dalam bahasa arab?
Sholat merupakan satu kewajiban umat islam yang langsung diperintahkan Allah kepada Rassulullah SAW melalui kejadian Isra dan Mi’raj. Dapat dikatakan bahwa dalil utama mengapa shalat harus dikerjakan dengan menggunakan bahasa Arab, setelah mengetahui bahwa shalat merupakan ibadah tauqifi (dikerjakan sesuai dengan bentuk yang ditetapkan Allah Swt), adalah untuk menjaga dan memelihara shalat sepanjang perjalanan abad dan masa tanpa adanya pengurangan dan penambahan. Dan apabila orang-orang mengerjakan shalat dengan bahasa ibu dan bahasa daerahnya masing-masing maka boleh jadi akan terjadi penambahan dan pengurangan lafaz, distorsi dan tercampurnya dengan pelbagai khurafat dan masalah-masalah yang tak-berdasar pada shalat.

Islam merupakan agama global dan universal yang ingin menempatkan seluruh kaum Muslimin pada barisan dan jejeran yang satu. Untuk membentuk masyarakat yang satu tidak mungkin dapat tercapai tanpa bahasa yang satu yang menjadi media mereka untuk berkomunikasi dan saling memahami. Dan bahasa Arab sesuai dengan pengakuan para ahli bahasa, merupakan bahasa yang paling komplit dan menyeluruh dari bahasa-bahasa yang ada di dunia. Bahasa Arab ini dapat menjadi satu bahasa internasional dan bahasa shalat seluruh kaum Muslimin, formula wahdah (kesatuan) dan perlambang persatuan kaum Muslimin; kaidah ini juga dapat dijumpai pada aturan-aturan Islam lainnya seperti mengerjakan shalat dengan menghadap kiblat.

Tuduhan Allah SWT hanya mengerti satu bahasa tidak benar karena Allah tentunya memiliki tujuan mengapa shalat harus dalam bahasa arab seperti yang sudah penulis paparkan di atas. Dalam firmanNya: Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, ”Sungguh, (ilmu) Tuhanmu meliputi seluruh manusia.....”(QS : Al-Isra’, 60)

2.        Ka’bah Sebagai Rumah Allah
Umat Islam mengakui bahwa Allah itu pada satu titik yang bersamaan ada di mana-mana di setiap sudut, penjuru dimensi dunia dan alam semesta ini. Itu betul! Namun “sepertinya” minimal lima kali dalam sehari semalam Allah hanya berada di Mekkah dalam Kabah. Betulkah Allah pencipta langit dan bumi beserta segala isinya mempunyai rumah atau bait di dunia, khususnya di Mekkah? Mungkinkah Allah berada di Baithollah lima kali sehari pada waktu-waktu khusus yaitu subuh, lohor, asyar, maghrib dan isya?

Begitulah kira- kira kutipan salah satu artikel isadanislam.com. Umat islam yang mengerti dan memiliki pemahaman mungkin akan tersenyum, mungkin ada pula yang kesal karena berani mempostkan ketidak tahuan staff isadanislam.com.

Untuk menjawab tuduhan ini Allah telah menjelaskan dan berfirman dalam Al-quran,
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang menetap tinggi di atas ‘Arsy .” (QS. Thaha: 5).
Dan umat islam tentu saja harus meyakini hal tersebut. Lantas mengapa Ka’bah disebut Baitullah atau rumah Allah? Sebutan baitullah tentu saja tidak hanya untuk ka’bah, karena seluruh mesjid disebut baitullah. Mengapa mesjid disebut baitullah? Karena masjid merupakan tempat untuk mengagungkan dan memuliakan Allah.

Jadi sekali lagi, Allah menetap di atas Arsy dan tidak pernah turun kebumi, Allah maha besar dan maha mengetahu, maha melihat segala yang ada di langit dan di bumi termasuk segala aktifitas umat manusia.

3.        Sholat Menghadap Kiblat dan Hajar Aswad
Tuduhan dari web isadanislam.com dapat di simpulkan sholat menghadap kiblat dan hajar aswad seolah umat islam menyembah berhala yaitu bangunan ka’bah dan hajar aswad.

Memang umat islam sholat sehari 5x kali menghadap kiblat, namun bukan berarti umat islam menyembah ka’bah. Sama halnya seperti umat kristen beribadat menghadap salib bukan berarti menyembah salab. Lantas ada pertanyaan, mengapa sholat menghadap kiblat? Jawabannya mudah saja, karena itu perintah, dan mengapa harus kiblat tentu saja Allah yang lebih tau. Dalam Al-quran Allah berfirman:

“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya......”. (QS.Al-Baqarah :144)

Allah memiliki kelonggaran bagi umat islam yang tidak mengetahui arah angin atau sedang dalam perjalanan dengan boleh menghadap kemana saja.
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah 115).

Ayat tersebut telah cukup membuktikan bahwa umat islam tidak menyembah Ka’bah dan Hajar Aswad, karena dalam keadaan tertentu Allah membolehkan menghadap kemana saja.

Dahulu pada masa Rasulullah SAW, para shahabat naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengumandangkan azan (panggilan shalat). Mereka melakukan itu lima kali sehari. Rasulullah tak pernah menegur maupun melarangnya. Jika Ka’bah adalah Tuhan yang disembah oleh umat Islam, mana mungkin para shahabat ketika itu berani menginjak-injak Tuhannya?

Tahun 930 sampai 951 hajar aswad pernah hilang dicuri dan disembunyikan oleh kaum Syi’ah golongan Ismailiyah Qarmathi. Apakah dengan hilangnya batu itu lantas umat Islam lantas heboh dan tidak shalat lagi karena hajar aswad sudah tidak ada ? Meski hajar aswad pernah hilang, namun selama 21 tahun itu umat Islam tidak pernah libur shalat.

Seandainya umat Islam itu shalat menyembah hajar aswad, maka selama 21 tahun itu mereka libur shalat. Tapi nyatanya tidak. Umat Islam tetap shalat menghadap kiblat, baik dengan ada batu ataupun tidak, karena esensi mereka ialah mematuhi perintah Allah bukan menghadap dan menyembah batu.

4.        Mengapa Ibadah haji harus mencium hajar aswad
Mencium Hajar Aswad adalah bagian dari ibadah sebagaimana kita wuquf di ‘Arofah, bermalam di Muzdalifah dan thawaf keliling baitullah (Ka’bah).  Juga kita mencium Hajar Aswad dan menyentuhnya atau memberi isyarat padanya, itu semua adalah bentuk ibadah pada Allah, bukan berarti menyembah batu tersebut.

Lebih dari itu, kita bisa beralasan dengan apa yang dilakukan oleh Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhuu ketika mencium Hajar Aswad. Ketika itu beliau mengatakan, “Memang aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tidak dapat mendatangkan manfaat atau bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, aku tentu tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari 1597 dan Muslim 1270)

Ketika thawaf dengan menunggang seekor unta, Rasulullah SAW pernah tidak mencium hajar Aswad, melainkan menyentuhnya dengan tongkat beliau. (HR. Bukhari juz 2 nomor 677).

Jika Nabi pada waktu hidupnya menyembah hajar aswad, mana mungkin beliau berani menyentuh Tuhannya dengan sebuah tongkat sambil duduk di atas unta ? Teladan Nabi ini membuktikan bahwa beliau tidak menyembah hajar aswad. Jika Hajar Aswad adalah Tuhan, tidak mungkin Rasulullah berani dengan lancangnya menyentuh hanya dengan tongkat bukan dengan tangan atau menghormatinya sedemikian rupa, apa Rasulullah tidak takut kualat ? Tentu saja tidak karena Hajar Aswat bukanlah apa-apa.

Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan; TIDAK PULA ADA SEORANG PUN YANG SETARA DENGAN-NYA.” (QS al-Ikhlas: 1-4).


“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan TIDAK ADA SESUATUPUN YANG MENYERUPAI-NYA”. (Q.S. As-Syura: 11)


Wallahu A’alam Bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar